Lawakan Antara aku,dia, dan mereka
“Tak ada yang lebih lucu dari lawakan kalian
Setiap
kalian ada, bunga itu mekar
Tak
ada teman yang sehebat kalian
Dan
kalian lah juaranya
Tak
ada sebahagia ini, melainkan karena kalian
Dan
saat itu pula, bunga itu mekar lagi
Terus
mekar, tak akan pernah layu
Hingga
ajal menjemput”
|
Banyak
kenangan-kenangan bersama teman yang teringat saat aku nulis cerita ini, mulai
dari tingkah laku yang nggak karuan, bercanda-candaan dengan teman, mandi-mandi
bersama, sampai ada bermain bola dikandangnya sapi. Wah, ini pengalaman dan
kenangan yang tak akan terlupakan.
Cerita
ini ku buka dengan sepucuk puisi yang menggambarkan betapa pentingnya seorang
teman itu ada dan betapa senangnya jika kita bercanda bersama dengan mereka.
Ini adalah setetes pengalaman serta
kenanganku yang mungkin tak bisa dibeli dan dijual dengan uang sebesar apapun.
Ini terjadi saat aku masih duduk dibangku SMP.
Saat SMP, aku sama seperti dengan
anak pada usia itu, masih sering bermain, masih sering berkelakuan bodoh, masih
sering mengejek teman, dan masih banyak lagi, hal-hal seperti anak kecil, tapi sungguh herannya aku, mungkin kelakuan
itu masih terbawa sampai sekarang, hingga detik ini, saat aku menulis cerita
ini kembali, dihadapan sebuah komputer, dan duduk manis dikursinya.
“Teman, sesuatu yang sangat erat
kaitannya, bahkan sama seperti keluarga sendiri.”
|
Namun
ada satu yang beda dari waktu aku SMP, waktu itu aku mempunyai teman yang bisa
dibilang lebih akrab dari yang lain, mereka adalah Heri,Iwan,Sidi,dan Rayyan,
mereka selalu menemanikku, tak pernah sendiri, dan satu hal, aku ada untuk
mereka dan mereka ada untuk aku. Mungkin simbol itu cocok untuk ikatan
pertemanan kami.
Sebelum lebih jauh, aku ingin
memperkenalkan dulu teman ku itu, Heri, cowo yang keren, baik hati dan banyak
digemari teman cewe-cewe ku satu sekolah, banyak yang antri buat dapetin dia,
namun kalau aku, satu aja sudah syukur. (haha).
Kemudian Rayyan, cowo yang baik juga dan hobbinya nih main bola, kalau dia
diajak main bola, sudah deh yang lain pasti tersingkirkan. Lanjut lagi ke Sidi,
dia ini orangnya agak pemalu tapi kalau sudah diajak ngomong mulutnya
kemana-mana tuh. Dan terakhir Iwan, badannya kecil aja nih, tapi larinya
kuenncangg banget, sama seperti yang lain dia juga baik.
Ini adalah hidupku, tahun 2010 bulan
Desember, saat akhir libur semester dua, semua orang sudah sibuk dengan
urusannya sendiri, ada yang keluar kota, ada yang piknik bersama keluarganya,
ada yang bersiap-siap untuk tahun baru, tapi aku, ya aku, tetap sendiri dirumah
namun tak lama saat aku bersiap untuk hibernasi panjang, “Naufal… Naufal… Uuu
Naufal.” “Ada yang memanggilku,” Pikirku melintas sambil menengok keluar,
ternyata benar, diluar ada mereka, Heri,Sidi,Rayyan dan Iwan, “Okeh buang semua
niat untuk hibernasi dan bersiap untuk bermain sepanjang hari, Uyeah,” sorak
hati kecilku.
Sepanjang hari itu kami asyik bermain,
dari mulai bermain bola di sekolah, makan pagi dipasar Ahad, keliling-keliling
perumahan yang tak jelas, Eiiittt, tunggu kalau diperumahan ini ada satu yang
unik, soalnya hampir lebih dari 200 meter kami berlari karena dikejar sama
anjing bulldog dan alhasil, kami kecapean setengah mati untung waktu itu ada
orang yang bisa menjinakkan si anjing, jika tidak wahh… kami bisa habis
diterkamnya. Kemudian kami juga ada melakukan hunting photo disuatu tempat yang
nggak jelas, main kartu dirumah kosong, main musik sampai akhirnya kami bikin
kemah pada malam hari tapi didekat rumah, bukan dihutan, cuman 10 meter dari
belakang rumahku. Kebetulan ada tanah yang kosong disana, tinggal pasang tenda,
angkut semua barang dari rumah, dari mulai termos sampai bantal guling, “okeh
tenda siap”. Semuanya masuk dan akhirnya, “Bruakkkk”, kemah runtuh, semuanya
tertindih kemah.
“Aduh Sakit”, teriak Heri yang tertimpa kayu
galam seberat kurang lebih 25 kilo. Bukan hanya sakit, punggungnya sempat merah
waktu itu. Tapi kami, ya kami, hanya mentertawakan teman yang kesakitan. (Haha, jahat)
Malampun tiba, sekarang, kira-kira jam 8
malam, seusai semuanya shalat Isya, kami memasak ikan dengan bahan seadanya
dengan semboyan “Hidup dihutan”, sambil menunggu ikan masak diatas panggangan,
kami bercanda-canda ria, “Hey boy tau nggak berapa jumlah bintang dilangit,”
Tanya Sidi, “Emmmmmmmm”, semuanya diam sejenak sambil mencoba berpikir akan
jawabannya, “Nggak kehitung kale” jawab Rayyan, “Nah seperti itulah cintaku
kepadamu, tak terhitung,” ulas Sidi. “ahahahahaha”, semuanya ambruk tertawa… “Ih
amit-amit, jeruk makan jeruk”, Balas Heri, dan tawa pun meledak lagi.
Satu jam telah lewat, dan akhirnya ikan yang
ditunggu-tunggu masak juga, entah kenapa, ikannya lama banget masaknya, mungkin
dia senang melihat kami yang tertawa terus, makanya dia nggak pengen
cepat-cepat dimakan.
Tak menunggu lama, semuanya menghantam si
ikan, dan sekitar kurang lebih 10 menit, ikan tinggal tulangnya saja. Sungguh,
waktu yang sangat cepat dengan satu orang satu ekor ikan nila, namun untungnya
semua bisa kenyang.
Tepat pukul 10 malam waktu itu, kami
mengadakan ajang tukar-tukar cerita atau pengalaman pribadi. Semua dari kami
bercerita tentang pengalaman-pengalaman yang lucu. Namun suasana tegang dan
hening berubah saat Heri bercerita tentang kisah horror. Langsung serentak
memasang muka yang tegang, dengan hembusan angin tenang yang bertiup dari
semilir timur menambah rasa gugup yang ada pada diri kami semua. Tak ada yang
bicara dari kami, kecuali Heri yang menceritakan dengan nada seram.
“Dengarkan, ini cerita yang benar-benar
terjadi saat aku masih kecil tepatnya didesa Haur Kuning di daerah Rantau. Pada
malam jum’at waktu itu kira-kira pukul 10 malam seperti sekarang, ada seorang
perempuan yang separuh baya berjalan hendak pulang habis dari rumah temannya
yang sedang ada acara selametan tidak sengaja saat dia masuk desa Haur Kuning,
dia melihat bayang-bayang remang disamping gerobak sampah di pertigaan jalan,
dia pikir itu kucing, namun saat dia dekati, bayang-bayang itu hilang dan tak
ada seorang pun atau seekor binatang melata pun disana, karena takut dia
langsung lari sekuat tenaga namun dia tak berhasil kabur karena saat dia
berusaha lari dia kembali lagi ke daerah gerobak sampah itu berada.
Terus dan terus dia lakukan seperti itu,
hingga akhirnya dia kecapean dan terjatuh. Saat terjatuh itu lah dia hilang
kesadaran, matanya merah waktu itu dan berteriak-teriak seperti orang
kesurupan. Serentak semua warga yang mendengar itu kaget, terutama aku yang
mendengar waktu itu. Semua warga berhamburan waktu itu, “Aku ingin tubuh anak
ini”, kata perempuan itu seolah dia sedang dikendalikan orang lain. Matanya
menatap tajam kesetiap sudut desa. Tak ada yang berani mendekat saat itu dan
dalam waktu singkat perempuan ituuu…………”Waaaaaaaaaaaaaaa”, Kami berteriak
histeris saat mendengar cerita tersebut. Konflik Batin kami diuji ditambah lagi
waktu yang sudah mendekati tengah malam. “Lalu?,” Tanya Rayyan ? “perempuan itu
meninggal ditempat,” jawab Heri dengan suara yang halus. Karena hati sudah
tidak enak, kami langsung bersembunyi didalam selimut kami masing-masing. Tak
ada yang bersuara hingga akhirnya kami sama-sama tertidur di kemah itu dengan
suasana yang dingin, dipayungi atap kemah yang tersusun atas daun-daun pisang
dan hangatnya cahaya rembulan. Kami tertidur dengan nyenyak.
Tak terasa hanya seperti sekejap mata saja,
Raja siang sudah menampakkan ekornya dan waktu itu kira-kira jam setengah lima
pagi. Semuanya terbangun entah kenapa dan keluar kemah, kami semua berbaring
ditanah yang lapang, tanpa ada alas apapun. Kami seperti lupa apa yang barusan
ditakuti saat mendengar cerita Heri.
Semuanya tak ada yang bersuara, diam semua,
mungkin dalam pikiran mereka sama dengan apa yang aku pikirkan, bahwa aku
bersyukur, mempunyai teman seperti mereka. Tak tergantikan walau semuanya
terpisah.
“Hidup akan lebih berwarna jika
ada teman disisi, hidup akan bahagia jika kita saling memiliki, hidup akan
sukses jika kita meraihnya dengan teman.”
|
Dan sekarang, Rayyan,Iwan dan Sidi ada di MAN
2, Heri ada di SMK 3, dan aku, ada dihadapan teman-teman ku yang baru, guru
yang baru, dan dalam suasana yang baru.
TERIMA KASIH