Mencari kesempurnaan


Mencari kesempurnaan


“Kada papa jua,
wajar kawannae kita salah.
Manusia kadada yang sempurna.”

            Celutukan seperti itu mungkin  sering kita dengar dari kawan-kawan yang biasanya habis melakukan kesalahan atau sok-sok nasehatin temennya. Memang benar manusia tak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, tapi tak ada salahnya kalaunya kita mengejar kesempurnaan itu.


Di sebuah desa di Negeri nan jauh. Hidup laki-laki yang mapan dan sekarang dia ingin menikah. Dikelilingi dan ditelusurinya desa itu untuk mencari gadis yang ia dambakan. Karena laki-laki tadi doyan makan, diapun mencari wanita yang pintar masak. Tak berapa lama dari pencarian itu, dia menemukan wanita yang cantik dan jago dalam hal memasak. Ketika mau melamar, dia kaget ternyata wanita itu cacat. Dia tak mempuyai satu kakinya. Laki-laki tadipun berbalik.
Tak menyerah, dia pun terus mencari wanita yang di dambakan, pencarian itu sampai ke desa-desa seberang. Akhirnya dia menemukan wanita yang hebat memasak, tapi parasnya tak cantik. Dia kembali berpaling.

READMORE
 

DUA BATA JELEK


DUA BATA JELEK

            Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..




.
            Diceritakan, sebelum manusia memasuki jaman elektronika, hiduplah seorang pengembala yang terdampar dipulau kecil sebelah Tenggara Asia, Indonesia tepatnya di Kalimantan Selatan yang tak jauh dari kota Banjarmasin.
Hidup sang pengembala tidak sama dengan orang pada umumya, dia tak punya tempat tinggal, orang tuanya telah pulang ke hadirat Allah SWT, yahh,, dia sebatang kara.. tapi satu keunggulan dalam dirinya, dia masih punya tiang tonggak hidup, yaitu ISLAM, dia seorang yang rajin beribadah, walau sering, hanya mengenakan sarung dan baju yang kusam, tapi bersih. Pengembala itu tidak punya tempat tinggal yang tetap, kadang dikolong jembatan, kadang di Masjid, dan kadang tidur didepan toko-toko yang tutup.
Sekarang dia berusaha mencari pekerjaan, walau hanya digajih sesuap nasi, tapi dia ingin, namun malangnya tak ada satupun yang mau menerima dia bekerja, dengan alasan status hidup yang tak lengkap. Hari demi hari dilewatinya dengan harapan yang kosong, sampai akhirnya dia diajak oleh seorang juru Masjid untuk jadi kuli bangunan, membangun masjid, dia melihat pengembala itu sering datang ke Masjid dan beribadah begitu lama, dia mengetahui bahwa si pengembala tak punya pekerjaan, jadi dia tertarik untuk mempekerjakan pengembala itu di Masjid yang baru setengah jadi, karna kurangnya dana, pengembala itu hanya digajih seteguk air dan sesuap nasi setiap harinya. Namun pengembala itu tak mempermasalahkannya, dia tetap ingin bekerja dengan niat Ikhlas karena Allah, selain itu juga karna dia ingin membantu membangun Masjid hingga jadi seutuhnya.

READMORE
 

Motivasi kecil


READMORE
 

Kenangan SMP


READMORE
 

Lawakan Antara aku,dia, dan mereka



Lawakan Antara aku,dia, dan mereka


            “Tak ada yang lebih lucu dari lawakan kalian
            Setiap kalian ada, bunga itu mekar
            Tak ada teman yang sehebat kalian
            Dan kalian lah juaranya
            Tak ada sebahagia ini, melainkan karena kalian
            Dan saat itu pula, bunga itu mekar lagi
            Terus mekar, tak akan pernah layu
            Hingga ajal menjemput”

           







           
           




Banyak kenangan-kenangan bersama teman yang teringat saat aku nulis cerita ini, mulai dari tingkah laku yang nggak karuan, bercanda-candaan dengan teman, mandi-mandi bersama, sampai ada bermain bola dikandangnya sapi. Wah, ini pengalaman dan kenangan yang tak akan terlupakan.
Cerita ini ku buka dengan sepucuk puisi yang menggambarkan betapa pentingnya seorang teman itu ada dan betapa senangnya jika kita bercanda bersama dengan mereka.
            Ini adalah setetes pengalaman serta kenanganku yang mungkin tak bisa dibeli dan dijual dengan uang sebesar apapun. Ini terjadi saat aku masih duduk dibangku SMP.
            Saat SMP, aku sama seperti dengan anak pada usia itu, masih sering bermain, masih sering berkelakuan bodoh, masih sering mengejek teman, dan masih banyak lagi, hal-hal seperti anak kecil,  tapi sungguh herannya aku, mungkin kelakuan itu masih terbawa sampai sekarang, hingga detik ini, saat aku menulis cerita ini kembali, dihadapan sebuah komputer, dan duduk manis dikursinya.
“Teman, sesuatu yang sangat erat kaitannya, bahkan sama seperti keluarga sendiri.”
            Namun ada satu yang beda dari waktu aku SMP, waktu itu aku mempunyai teman yang bisa dibilang lebih akrab dari yang lain, mereka adalah Heri,Iwan,Sidi,dan Rayyan, mereka selalu menemanikku, tak pernah sendiri, dan satu hal, aku ada untuk mereka dan mereka ada untuk aku. Mungkin simbol itu cocok untuk ikatan pertemanan kami.






            Sebelum lebih jauh, aku ingin memperkenalkan dulu teman ku itu, Heri, cowo yang keren, baik hati dan banyak digemari teman cewe-cewe ku satu sekolah, banyak yang antri buat dapetin dia, namun kalau aku, satu aja sudah syukur. (haha). Kemudian Rayyan, cowo yang baik juga dan hobbinya nih main bola, kalau dia diajak main bola, sudah deh yang lain pasti tersingkirkan. Lanjut lagi ke Sidi, dia ini orangnya agak pemalu tapi kalau sudah diajak ngomong mulutnya kemana-mana tuh. Dan terakhir Iwan, badannya kecil aja nih, tapi larinya kuenncangg banget, sama seperti yang lain dia juga baik.
            Ini adalah hidupku, tahun 2010 bulan Desember, saat akhir libur semester dua, semua orang sudah sibuk dengan urusannya sendiri, ada yang keluar kota, ada yang piknik bersama keluarganya, ada yang bersiap-siap untuk tahun baru, tapi aku, ya aku, tetap sendiri dirumah namun tak lama saat aku bersiap untuk hibernasi panjang, “Naufal… Naufal… Uuu Naufal.” “Ada yang memanggilku,” Pikirku melintas sambil menengok keluar, ternyata benar, diluar ada mereka, Heri,Sidi,Rayyan dan Iwan, “Okeh buang semua niat untuk hibernasi dan bersiap untuk bermain sepanjang hari, Uyeah,” sorak hati kecilku.
            Sepanjang hari itu kami asyik bermain, dari mulai bermain bola di sekolah, makan pagi dipasar Ahad, keliling-keliling perumahan yang tak jelas, Eiiittt, tunggu kalau diperumahan ini ada satu yang unik, soalnya hampir lebih dari 200 meter kami berlari karena dikejar sama anjing bulldog dan alhasil, kami kecapean setengah mati untung waktu itu ada orang yang bisa menjinakkan si anjing, jika tidak wahh… kami bisa habis diterkamnya. Kemudian kami juga ada melakukan hunting photo disuatu tempat yang nggak jelas, main kartu dirumah kosong, main musik sampai akhirnya kami bikin kemah pada malam hari tapi didekat rumah, bukan dihutan, cuman 10 meter dari belakang rumahku. Kebetulan ada tanah yang kosong disana, tinggal pasang tenda, angkut semua barang dari rumah, dari mulai termos sampai bantal guling, “okeh tenda siap”. Semuanya masuk dan akhirnya, “Bruakkkk”, kemah runtuh, semuanya tertindih kemah.
“Aduh Sakit”, teriak Heri yang tertimpa kayu galam seberat kurang lebih 25 kilo. Bukan hanya sakit, punggungnya sempat merah waktu itu. Tapi kami, ya kami, hanya mentertawakan teman yang kesakitan. (Haha, jahat)
Malampun tiba, sekarang, kira-kira jam 8 malam, seusai semuanya shalat Isya, kami memasak ikan dengan bahan seadanya dengan semboyan “Hidup dihutan”, sambil menunggu ikan masak diatas panggangan, kami bercanda-canda ria, “Hey boy tau nggak berapa jumlah bintang dilangit,” Tanya Sidi, “Emmmmmmmm”, semuanya diam sejenak sambil mencoba berpikir akan jawabannya, “Nggak kehitung kale” jawab Rayyan, “Nah seperti itulah cintaku kepadamu, tak terhitung,” ulas Sidi. “ahahahahaha”, semuanya ambruk tertawa… “Ih amit-amit, jeruk makan jeruk”, Balas Heri, dan tawa pun meledak lagi.
Satu jam telah lewat, dan akhirnya ikan yang ditunggu-tunggu masak juga, entah kenapa, ikannya lama banget masaknya, mungkin dia senang melihat kami yang tertawa terus, makanya dia nggak pengen cepat-cepat dimakan.
Tak menunggu lama, semuanya menghantam si ikan, dan sekitar kurang lebih 10 menit, ikan tinggal tulangnya saja. Sungguh, waktu yang sangat cepat dengan satu orang satu ekor ikan nila, namun untungnya semua bisa  kenyang.
Tepat pukul 10 malam waktu itu, kami mengadakan ajang tukar-tukar cerita atau pengalaman pribadi. Semua dari kami bercerita tentang pengalaman-pengalaman yang lucu. Namun suasana tegang dan hening berubah saat Heri bercerita tentang kisah horror. Langsung serentak memasang muka yang tegang, dengan hembusan angin tenang yang bertiup dari semilir timur menambah rasa gugup yang ada pada diri kami semua. Tak ada yang bicara dari kami, kecuali Heri yang menceritakan dengan nada seram.
“Dengarkan, ini cerita yang benar-benar terjadi saat aku masih kecil tepatnya didesa Haur Kuning di daerah Rantau. Pada malam jum’at waktu itu kira-kira pukul 10 malam seperti sekarang, ada seorang perempuan yang separuh baya berjalan hendak pulang habis dari rumah temannya yang sedang ada acara selametan tidak sengaja saat dia masuk desa Haur Kuning, dia melihat bayang-bayang remang disamping gerobak sampah di pertigaan jalan, dia pikir itu kucing, namun saat dia dekati, bayang-bayang itu hilang dan tak ada seorang pun atau seekor binatang melata pun disana, karena takut dia langsung lari sekuat tenaga namun dia tak berhasil kabur karena saat dia berusaha lari dia kembali lagi ke daerah gerobak sampah itu berada.
Terus dan terus dia lakukan seperti itu, hingga akhirnya dia kecapean dan terjatuh. Saat terjatuh itu lah dia hilang kesadaran, matanya merah waktu itu dan berteriak-teriak seperti orang kesurupan. Serentak semua warga yang mendengar itu kaget, terutama aku yang mendengar waktu itu. Semua warga berhamburan waktu itu, “Aku ingin tubuh anak ini”, kata perempuan itu seolah dia sedang dikendalikan orang lain. Matanya menatap tajam kesetiap sudut desa. Tak ada yang berani mendekat saat itu dan dalam waktu singkat perempuan ituuu…………”Waaaaaaaaaaaaaaa”, Kami berteriak histeris saat mendengar cerita tersebut. Konflik Batin kami diuji ditambah lagi waktu yang sudah mendekati tengah malam. “Lalu?,” Tanya Rayyan ? “perempuan itu meninggal ditempat,” jawab Heri dengan suara yang halus. Karena hati sudah tidak enak, kami langsung bersembunyi didalam selimut kami masing-masing. Tak ada yang bersuara hingga akhirnya kami sama-sama tertidur di kemah itu dengan suasana yang dingin, dipayungi atap kemah yang tersusun atas daun-daun pisang dan hangatnya cahaya rembulan. Kami tertidur dengan nyenyak.
Tak terasa hanya seperti sekejap mata saja, Raja siang sudah menampakkan ekornya dan waktu itu kira-kira jam setengah lima pagi. Semuanya terbangun entah kenapa dan keluar kemah, kami semua berbaring ditanah yang lapang, tanpa ada alas apapun. Kami seperti lupa apa yang barusan ditakuti saat mendengar cerita Heri.
Semuanya tak ada yang bersuara, diam semua, mungkin dalam pikiran mereka sama dengan apa yang aku pikirkan, bahwa aku bersyukur, mempunyai teman seperti mereka. Tak tergantikan walau semuanya terpisah.


“Hidup akan lebih berwarna jika ada teman disisi, hidup akan bahagia jika kita saling memiliki, hidup akan sukses jika kita meraihnya dengan teman.”
 




Dan sekarang, Rayyan,Iwan dan Sidi ada di MAN 2, Heri ada di SMK 3, dan aku, ada dihadapan teman-teman ku yang baru, guru yang baru, dan dalam suasana yang baru.


TERIMA KASIH


READMORE
 
diooda